Jumat, 10 Februari 2012

pengaruh perbedaan variasi komposisi terak terhadap kuat tekan mortar

BAB V

TUGAS KHUSUS


5.1.Pendahuluan

Semen portland komposit (PCC) adalah bahan pengikat hidrolisis hasil penggilingan bersama–sama terak semen portlan dan gipsum dengan satu atau lebih bahan anorganik atau hasil pencampuran bubuk semen portlan dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan anorganik itu antara lain terak tanur tinggi (blast furnace slag), pozzolan (trass), senyawa silikat, batu kapur (limestone), dengan kadar bahan anorganik 6-35% dari masa semen portlan.
Metode pembuatan semen yang digunakan di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. ialah dengan menggunakan proses kering. Menurut Suprapto, BB., 1992 pada umumnya proses pembuatan semen meliputi beberapa tahap, yaitu; penambangan dan penyediaan unit bahan baku, pengeringan dan penggilingan (drying and grinding), pembakaran dan pendinginan (kiln burning and cooling), penggilingan akhir (finish grinding), dan pengepakan (packing).
Pada pelaksanaanya unit bahan baku merupakan suatu komponen yang sangat berperan penting dalam industri ini. Baik dan buruknya suatu hasil produksi salah satunya bergantung pada kualitas bahan baku yang digunakan, akan tetapi bahan baku juga menjadi masalah tersendiri dimana hal ini sangat berkaitan erat dengan besarnya biaya produksi, oleh karena itu sampai saat ini tahap pengembangan dan penelitian terus digalakan demi tercapainya hasil produksi optimum dengan kualitas produksi bersaing.
Berkenaan dengan permasalahan tersebut penulis mengambil salah satu topik dari tiga topik percobaan sebagaimana yang telah dilakukan selama praktek kerja di instansi terkait. Adapun topik tersebut ialah berkaitan dengan pengaruh variasi perbedaan komposisi terak terhadap kuat tekan atau kualitas semen yang dihasilkan.
Selain itu demi menunjang penulisan tugas akhir ini, penulis merumuskan beberapa rumusan masalah berkaitan dengan obyek yang penulis teliti, sebagaimana dibahas dalam sub bab berikutnya.

5.2.Tujuan

1.        Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variasi perbandingan terak dan kehalusan partikel semen portland komposit terhadap kuat tekan mortar.
2.        Untuk merumuskan metode lain yang dapat dilakukan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. guna meningkatkan kualitas hasil produksi dengan biaya produksi relatif rendah selain dengan memvariasikan komposisi bahan baku semen.
3.        Untuk mengetahui parameter apa sajakah yang dijadikan suatu alat ukur atas kualitas produksi semen yang dihasilkan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dan bagaimanakah relevansinya terhadap Standar Nasional Indonesia (SNI) yang ditetapkan.

5.3.Prinsip

5.3.1.      Pembuatan Semen

         Berdasarkan proses klinkerisasi, yaitu suatu proses pengubahan secara fisika dan kimia dari tepung baku menjadi klinker yang mana klinker yang telah mengalami proses pendinginan kemudian digrinding beserta sejumlah additif yang telah ditentukan sehingga mencapai ukuran partikel yang diinginkan.


         Reaksi dasar proses pembakaran:   
CaCO3                                                      CaO + CO2
Al2O3. 2SiO2. H2O                                   Al2O3.2SiO2 + H2O
2CaO + SiO2                                            2CaO.SiO2
3CaO + Al2O3                                          3CaO.Al2O3
4CaO + Al2O3 + Fe2O3                            3CaO.Al2O3.Fe2O3
2CaO.SiO2  + CaO                                   3CaO.SiO2

5.3.2.      Blaine

Berdasarkan penarikan sejumlah udara melalui suatu alas semen Portland yang disiapkan dengan porositas tertentu yang mana jumlah aliran udara dihitung sebagai jumlah luas permukaan total cm2/gram atau m2/kg semen Portland.

5.3.3.      Hilang Pijar (Loss On Ignition)

Berdasarkan prinsip gravimetri dimana sejumlah berat yang hilang setelah proses pemijaran merupakan nilai dari kadar hilang pijar itu sendiri dan menghasilkan senyawa murninya sebagai residu.

5.3.4.      Residu Tidak Larut (Insoluble Residu)

5.3.4.1.         Berdasarkan penambahan HCl diisyaratkan untuk menguraikan senyawa-senyawa mineral sehingga membentuk garam-garam klorida yang larut dalam air, kecualiu H2SiO3 dan H4SiO4.

5.3.4.2.         Penambahan NaOH diisyaratkan untuk melarutkan asam ortho silikat dan meta silikat yang berbentuk gel dan tidak lolos melewati kertas saring.

5.3.4.3.         Berdasrkan penambahan HCl sedikit berlebih untuk mencegah terbentuknya endapan-endapan karbonat dari ion-ion logam yang masih tersisa.

5.3.4.4.         Pencucian endapan dilakukan dengan air panas dilakukan karena untuk pencucian endapan-endapan yang mempunyai kecenderungan berubah menjadi koloid sebaiknya dicuci dengan larutan pencuci indifferent electrolyte.

5.3.5.      Kadar CaO Bebas

Berdasarkan penambahan larutan etilen glikol yang mengekstraksi semua kalsium oksida bebas yang ada secara bertahap.

5.3.6.      Analisis Residu Cara Basah

Berdasarkan filtrasi sejumlah sample tertentu (untuk ayakan 45 µm = 1 gr, 75 µm = 10 gr dan 90 µm = 20 gr) dengan bantuan air bertekanan (10 ± 0,5 psi) sampai dengan filtrat yang keluar tidak berwarna (bening).

5.3.7.      Analisa Kuat Tekan Mortar

Besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan.

5.4.Bahan dan Alat

5.4.1.      Alat yang digunakan:

1.      Alat blaine
2.      Ayakan 45µm
3.      Batang pengaduk
4.      Cawan porselen
5.      Corong saring
6.      Corong standar
7.      Crusher
8.      Desikator
9.      Erlenmeyer
10.  Gelas kimia
11.  Hot plate
12.  Hot plate sterer
13.  Keran air bertekanan
14.  Koas
15.  Mesin grinding
16.  Mesin tekan
17.  Mesin turbula
18.  Neraca analitis
19.  Neraca teknis
20.  Penjepit cawan
21.  Pipet ukur
22.  Piring
23.  Sarung tangan kain
24.  Sarung tangan tahan api
25.  Sendok besar dan kecil
26.  Spatula
27.  Stopwatch
28.  Suction Filter
29.  Tanur listrik
30.  Torak

5.4.2.      Bahan yang digunakan:

1.      Aquadest
2.      Batu kapur (Limestone)
3.      Etilen glikol
4.      Gypsum
5.      HCl
6.      Indikator metil merah
7.      Indikator Phenolpthalein (PP)
8.      Kantong Plastik
9.      Kertas saring khusus (alas semen)
10.  Kertas saring no.40
11.  NaOH
12.  Terak (Clinker)

5.5.Prosedur

5.5.1.      Pembuatan Semen Portland Compocit Cement (PCC)

Disediakan piring A dan B, pada piring A dtimbang klinker (telah dicrusher) dengan rasio 70%,  dan pada piring B 72%, ditambahkan gypsum masing-masing 0,04% (standar), kemudian ditambahkan additif (trass : limston) masing–masing 2:1 dari persen atau berat keseluruhan dimana berat total dari masing–masing konsentrasi sebanyak 4500 gram (terdiri dari 1000 g bagian pertama, dan masing–masing 1500 g untuk bagian kedua dan ketiga), setelah itu dimasukan kedalam tabung turbula yang berbeda, lalu dihomogenan selama ±15 menit dengan menggunakan mesin turbula, setelah itu dilakukan penggrindingan sampai dengan diperoleh kehalusan yang sesuai dengan yang diharapkan (dalam hal ini kehalusan di uji dengan pengujian blaine). Setelah itu dilakukan kembali prosedur yang sama dengan perbandingan additif (trass : limston) 3:1.

5.5.2.      Uji Blaine

Disiapkan contoh semen yang akan diuji pada piring tempat contoh, dibiarkan beberapa saat agar suhu contoh sesuai dengan suhu ruangan. Kemudian dimasukan piringan logam (berongga) dan kertas saring khusus kedalam sel, kemudian ditekan kedalam sehingga kertas saring dan piringan logam berkedudukan tetap. Kemudian contoh semen yang telah disediakan ditimbang sesuai dengan berat contoh saat kalibrasi, lalu dimasukkan kedalam sel menggunakan corong plastic dan kuas kecil. Dipukul perlahan–lahan untuk meratakan lapisan contoh didalam sel. Diletakkan selembar kertas saring diatas semen, ditekan dengan torak (penutup sel) sampai dengan torak memutar 90 derajat sedikit – demisedikit, setelah itu disambungkan sel permeabilitas tersebut pada tabung manometer,  dinaikan fluida didalamnya dengan membuka saluran udara dan ditekannya pompa karet sampai melebihi garis batas atas dan ditutup kembali saluran udara tersebut. Dijalankan stopwatch  pada saat cairan mencapai tanda batas atas dan dihentikan pada saat mencapai tanda batas bawah kemudian dicatat rentang waktu yang diambil (detik) dan dihitung berapa kehalusannya (Blaine). Dimasukan kedalam kantong plastik dan diberi label.
Ket:
s = luas permukaan (blain)
t = waktu (detik)
392,55 = faktor konversi


5.5.3.      Hilang Pijar (Loss On Ignition)

Ditimbang 1,0 ± 0,001 gram contoh, dimasukan ke dalam cawan porselen yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya. Dipanaskan pada suhu 500°C selama 30 menit, kemudian dipijarkan pada suhu 1000 ± 500°C selama 1 jam. Didinginkan dalam desikator selama 30 menit, ditimbang dan dihitung kadarnya.

5.5.4.      Residu Tidak Larut (Insoluble Residu)

Ditimbang 1,0 ± 0,001 gram sempel semen, dimasukan ke dalam gelas kimia 250 ml, ditambahkan 20 ml air sambil diaduk, dan 10 ml HCl (1:1). Kemudian dilakukan pemanasan dan ditekan-tekan larutan sampel tersebut dengan ujung pengaduk sampai terjadi dekomposisi sempurna. Ditambahkan air hangat hingga volume larutan menjadi 50 ml, ditutup dengan kaca arloji dan dilanjutkan pemanasan selama 10 menit. Setelah itu larutan yang masih panas langsung disaring menggunakan kertas saring no. 40, dibilas dengan air panas 8 kali (filtrat ditampung dalam gelas kimia 500 ml jika dibutuhkan untuk pengujian Belerang Oksida (SO3)), dipindahkan kertas saring berisi endapan tersebut ke dalam gelas kimia semula dan ditambahkan 50 ml larutan 1% NaOH. Diaduk sebaik mungkin, ditutup dengan kaca arloji dan dipanaskan kembali di atas penangas air selama 30 menit. Setelah itu dihancurkan kertas saring dengan batang pengaduk, kemudian ditambahkan 1–2 tetes indikator metil merah 0,1%,  HCl (1+1) tetes demi tetes untuk menetralkan larutan, dan ditambahkan 2–3 tetes lagi setelah larutan berubah menjadi merah. Kemudian dilakukan penyaringan kembali dengan menggunakan kertas saring no. 40, dibilas dengan air panas 14 kali sampai bebas asam dan residu tidak berwarna. Dipindahkan kertas saring yang berisi residu tersebut ke dalam cawan porselen yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya. Mula-mula dipijarkan pada suhu 500°C sampai semua kertas karbon diperoleh, selanjutnya pemijaran dilakukan pada suhu 1000  ±  50°C selama 1 jam, lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit, ditimbang, dan dihitung kadarnya.

5.5.5.      Kadar CaO Bebas

Ditimbang 1,0 gr sampel, kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia 150 mL dan dipanaskan etilen glikol sampai 85-95°C di dalam Erlenmeyer. Dimasukkan 25 mL etilen glikol yang telah panas ke dalam gelas kimia yang berisi sampel dan ditutup dengan kaca arloji. Diletakkan gelas kimia di atas Hot Plate Stirrer, diaduk 3-4 menit dan dijaga suhunya pada 80-85°C. Dilanjutkan dengan penyaringan filtrat dengan menggunakan kertas saring no.40 yang dibantu dengan Suction Filter. Dicuci ekstrak dengan 5 mL etilen glikol panas, kemudian dititrasi ekstrak tersebut dengan larutan baku 1/14 N HCl dengan indikator PP dimana titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari merah menjadi tidak berwarna. Dicatat volume TA dan dihitung kadarnya.


5.5.6.      Analisa Residu 45 µm

Ditimbang ayakan residu-45µm yang telah bersih dan kosong. dicatat beratnya, kemudian ditimbang sampel dengan ayakan tersebut sebanyak 1,0000 ± 0,001 gram. Dibuka keran air dan diatur tekananya pada 10 ± 0,5 psi. Dibasahi sampel dengan air, ditempatkan  ayakan pada jarak ± 5 cm dibawah spray noozle selama 1 menit sambil digoyang-goyangkan (sampai air yang keluar dari bagian bawah ayakan tidak berwarna atau bening). Dikeringkan ayakan dalam oven pada suhu 105°C selama 2 jam, lalu didinginkan, ditimbang dan dihitung berapa kadar residunya.
% Residu = x 100.98

5.5.7.      Analisa Kuat Tekan Mortar

Diletakan benda uji pada mesin tekan secara sentris. Dijalankan mesin tekan dengan penambahan beban antara 2 sampai 4 kg/cm2 perdetik, kemudian dilakukan pembebanan sampai benda uji menjadi hancur. Dicatat beban maksimum yang terjadi selama pemeriksaan benda uji. Gambar atau dokumentasikan bentuk pecah. Catatlah keadaan benda uji.  Hitung kuat tekan beton yaitu besarnya beban persatuan luas, menurut Persamaan berikut:
P/A = fc
dimana ;
fc = kuat tekan beton (MPa)
P = beban maksimum (N)
A = luas penampang benda uji (mm2)


5.6.Data Pengamatan

Tabel 5.7.1.   Jumlah luas permukaan total (blaine) sement portlan komposit (PCC) dengan rasio klinker masing-masing 70 dan 72%, gypsum 0,04%, dan aditif (lime : trass) 1:2 (0,09 dan 0,08% lime : 0,17 dan 0,16% trass) dari masa total 1000 dan 1500 gram.

Clinker Rasio (%)
Gypsum Rasio (%)
Lime Rasio(%)
Trass Rasio (%)
M Total (g)
Blaine (cm2/g)
70
0,04
0,09
0,17
1000
3980
70
70
72
72
72
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,09
0,09
0,08
0,08
0,08
0,17
0,17
0,16
0,16
0,16
1500
1500
1000
1500
1500
4040
4060
4040
4010
4060

 





Tabel 5.7.2.     Jumlah luas permukaan total (blaine) sement portlan komposit (PCC) dengan rasio klinker masing-masing 70 dan 72%, gypsum 0,04%, dan aditif (lime:trass) 1:3 (0,07 dan 0,06% lime : 0,19 dan 0,18% trass) dari masa total 1000 dan 1500 gram.

Clinker Rasio (%)
Gypsum Rasio (%)
Lime Rasio(%)
Trass Rasio (%)
M Total (g)
Blaine (cm2/g)
70
0,04
0,07
0,19
1000
3980
70
70
72
72
72
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,07
0,07
0,06
0,06
0,06
0,19
0,19
0,18
0,18
0,18
1500
1500
1000
1500
1500
4090
4090
3770
4120
4130

 





Tabel 5.7.3.   Kadar residu-45µm berdasarkan acuan perkalian antara nilai kalibrasi alat (100,98%) dengan nilai perbandingan masa akhir dengan masa awal sampel semen portlan komposit (PCC) rasio 70 dan 72% dimana masing–masing rasio memilki perbandingan aditif 2:1 dan 3:1.


Semen PCC (%)
Add Ratio
M awal (g)
M akhir (g)
Res-45 (%)
70
2:1
1,01
0,0526
5,26
72
2:1
1,0003
0,0705
7,12
70
3:1
1,0007
0,0757
7,64
72
3:1
1,0007
0,0402
4,06 

Tabel 5.7.4.   Nilai hilang pijar (%IL) dari perbandingan M.residu (selisih antara M.sampel + cawan dikurang M.residu + cawan) dengan M.sampel semen portlan komposit (PCC) rasio 70 dan 72% dimana masing–masing rasio memilki perbandingan aditif 2:1 dan 3:1 .


Clinker Ratio (%)
Add Ratio
M sampel (g)
M cawan (g)
M residu + cawan (g)
M residu (g)
IL (%)
70
2:1
1,0057
25,4754
26,4348
0,0461
4,58
72
2:1
1,0024
25,6461
26,5995
0,049
4,89
70
3:1
1,0008
25,6471
26,6063
0,0416
4,16
72
3:1
1,0009
26,7908
27,7537
0,0380
3,80

 

Tabel 5.7.5.   Nilai residu tidak larut (%IR) dari persentase sejumlah residu (M residu) terhadap sejumlah sampel (M sampel), dimana M residu merupakan hasil pengurangan antara (M cawan + residu) dengan (M cawan) pada sampel semen portlan komposit (PCC) rasio 70 dan 72% dimana masing–masing rasio memilki perbandingan aditif 2:1 dan 3:1.


Clinker Ratio (%)
Add Ratio
M sampel (g)
M cawan (g)
M residu + cawan (g)
M residu (g)
IR (%)
70
2:1
1,0057
25,3000
25,4675
0,1675
16,66
72
2:1
1,0035
29,7350
29,8907
0,1557
15,51
70
3:1
1,0018
26,5162
26,6972
0,1810
18,07
72
3:1
1,0008
29,7365
29,9069
0,1704
17,03
 

Tabel 5.7.6.   Kadar CaO bebas (%f-CaO) dari hasil perkalian antara Vtitrasi dengan f-konfersi (0,2078%) per M.sampel pada semen portlan komposit (PCC) rasio 70 dan 72% dimana masing–masing rasio memilki perbandingan aditif 2:1 dan 3:1.


Clinker Ratio (%)
Add Ratio
M Sampel (g)
V Titrasi (mL)
FCaO (%)
70
2:1
1,0001
5,675
1,18
72
2:1
1,0007
5,80
1,20
70
3:1
1,0004
4,10
0,85
72
3:1
1,0009
4,90
1,02

Tabel 5.7.7.   Hasil uji kuat tekan mortar PCC rasio 70 dan 72%  pada variasi waktu 1,3,7, dan 28 hari yang dilengakapi oleh data hasil uji blain, residu-45, hilang pijar (IL), residu tidak larut (IR), dan kadar CaO bebas (f-CaO) dari masing–masing rasionya, dimana masing–masing rasio tersebut memiliki rasio perbandingan aditif 2:1 dan 3:1.


Clinker Ratio (%)
Add Ratio
Blaine
Res 45 μm (%)
IL (%)
IR (%)
f-CaO (%)
Comp Strength (kg/cm2)
1 Day
3 Days
7 Days
28 Days
70
2;1
4030
5,26
4,58
16,66
1,18
90
197
265
371
72
2;1
4040
7,12
4,89
15,52
1,2
96
205
272
388
70
3;1
4050
7,64
4,16
18,07
0,85
99
223
300
372
72
3;1
4010
4,06
3,8
17,03
1,02
96
234
302
389

5.7.Pembahasan

Pada percobaan kali ini yang dilakukan penulis pada prakteknya meliputi pembuatan semen portland komposit dengan rasio yang telah ditentukan, pengujian blaine, kadar hilang pijar (IL), residu tidak larut (IR), residu-45, dan uji kuat tekan.
Dalam pembuatan semen portland komposit (PCC) terlebih dahulu disediakan dua buah piring (A dan B). Pada piring A dtimbang klinker (telah dicrusher) dengan rasio 70% sedangkan pada piring B klinker rasio 72%, kemudian ditambahkan masing-masing 0,04% gypsum pada setiap piring tersebut. Gypsum merupakan hidrat sulfat (CaSO4.2H2O) yang berfungsi sebagai retarder (untuk memperlambat proses pengerasan pada pemakaian semen). Terlepas dari itu pemakaian gypsum sebagai campuran haruslah sangat diperhatikan, jika komposisi gypsum didalam semen kurang maka dapat menyebabkan terjadinya kelebihan C3A yang berakibat terjadinya peningkatan panas yang paling besar pada saat proses hidrasi semen sehingga dalam penggunaannya semen mudah pecah, sedangkan jika kandungan gypsum didalam semen berlebih maka hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya cracking, waktu pengerasan berjalan lambat dan pemborosan bahan tambahan. Besarnya gypsum yang digunakan sudah merupakan standar dari perusahaan yang pada umumnya ketetapan penggunaan gypsum berkisar 3-5%.
Selanjutnya setelah penambahan gypsum ditambahkan additif (trass : limston) masing–masing 2:1 dari persen atau berat keseluruhan dimana berat total dari masing–masing konsentrasi sebanyak 4500 gram (terdiri dari 1000 g bagian pertama, dan masing–masing 1500 g untuk bagian kedua dan ketiga).
Limestone atau batu kapur (CaCO3) merupakan bahan baku utama dalam pembuatan semen yang dari semua bentuk geologi dapat digunakan untuk membuat semen portland. Umumnya limestone sendiri mengandung campuran clay dan besi. Komposisi limestone (batu kapur) dalam pembuatan semen sebenarnya tidak ada patokan secara pasti. Tiap daerah memiliki sumber limestone yang berbeda–beda kadar CaO nya. Kadar CaO ini yang akan mempengaruhi berapa banyak (%)  limestone yang dibutuhkan dalam pembuatan semen. Semakin tinggi kadar CaO dalam limestone, maka semakin sedikit limestone yang dibutuhkan dalam pembuatan semen. Di Palimanan Cirebon, kadar CaO dalam limestone sekitar 44-52% (relatif rendah), sehingga penggunaannya dalam pembuatan semen cukup tinggi sekitar 80-98%.
Sedangkan trass atau pozzolan merupakan bagian yang dalam keadaan sendirinya tidak terlalu bersifat seperti halnya semen, tetapi akan mucul sifat semen apabila dicampur dengan komponen utama atau lime.
Setelah semua komponen selesai ditimbang setiap bagian dalam piring dimasukan kedalam tabung turbula yang berbeda, lalu dihomogenan selama ±15 menit dengan menggunakan mesin turbula, hal tersebut dilakukan guna memperoleh hasil pencampuran yang optimum. Selanjutnya dilakukan penggrindingan pada kecepatan 250 rpm sampai dengan diperoleh kehalusan yang sesuai dengan yang diharapkan (dalam hal ini kehalusan di uji dengan pengujian blaine). Uji blaine yang pertama dilakukan setelah proses penggrindingan berlangsung ±5-10 menit. Hasil uji tersebut pula yang menentukan perkiraan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses penggrindingan selanjutnya sampai didapat nilai blaine yang sesuai dengan yang diharapkan.
Blaine merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan kehalusan suatu semen. Suatu semen perlu diuji kehalusannya karena kehalusan dari suatu semen berpengaruh pada ikatan yang terbentuk antar partikel yang terdapat didalam semen itu sendiri. Semakin halus suatu semen, maka luas permukaannya akan semakin besar. Luas permukaan semen inilah yang mempengaruhi kereaktifan semen dengan air. Semakin besar luas permukaan semen, maka semakin reaktif terhadap air. Akan tetapi jika terlalu halus, semen akan sangat reaktif terhadap air sehingga semen akan terhidrasi oleh uap air di dalam grinding mill atau didalam proses penyimpanan sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada semen dan semen tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya. Kehalusan pada semen dinyatakan dalam istilah luas permukaan spesifik dengan satuan cm2/gr atau m2/kg semen (blain).
Mekanisme dari pengujian blaine sendiri meliputi penyiapan contoh semen yang akan diuji pada piring tempat contoh yang kemudian dibiarkan beberapa saat, hal tersebut bertujuan agar suhu contoh sesuai dengan suhu ruangan pengujian. Kemudian dimasukan piringan logam (berongga) dan kertas saring khusus (alas semen Portland) kedalam sel, kemudian ditekan kedalam sehingga kertas saring dan piringan logam berkedudukan tetap sehingga contoh semen yang dimasukan kedalam sel dapat terbagi secara merata. Setelah itu contoh semen yang telah disediakan ditimbang sesuai dengan berat contoh saat kalibrasi, lalu dimasukkan kedalam sel menggunakan corong plastic dan kuas kecil. Dipukul perlahan–lahan untuk meratakan lapisan contoh didalam sel. Diletakkan selembar kertas saring khusus (alas semen Portland) diatas semenyang telah dimasukan kedalam sel, ditekan dengan torak (penutup sel) sampai dengan torak memutar 90 derajat sedikit–demisedikit, setelah itu disambungkan sel permeabilitas tersebut pada tabung manometer,  dinaikan fluida didalamnya dengan membuka saluran udara dan ditekannya pompa karet sampai melebihi garis batas atas dan ditutup kembali saluran udara tersebut. Pada saat menaian fluida tekanan pada pompa karet harus sangat diperhatikan karena jika tekanan yang dilakukan terlalu kuat fluida yang dinaikan dapat keluar dan terserap kedalam saluran pompa karet tersebut sehingga alat tersebut tidak dapat digunakan sebelum dilakukan kalibrasi ulang. Lalu dijalankan stopwatch pada saat cairan turun mencapai tanda batas atas dan dihentikan pada saat cairan mencapai tanda batas bawah, kemudian dicatat rentang waktu yang diambil (detik) dan dihitung berapa kehalusannya (Blaine). Jika nilai blaine yang diharapkan belum tercapai maka perlu dilakukan penggrindingan lanjutan sampai didapat nilai blaine yang diharapkan.
Setelah nilai blaine untuk contoh semen portland komposit 70 dan 72% dengan rasio additif 2:1 diperoleh dilakukan kembali prosedur pembuatan semen dengan rasio klinker yang sama akan tetapi perbandingan additif (trass : limston) yang berbeda yaitu 3:1.
Pengujian yang selanjutnya dilakukan setelah pembuatan semen selesai dikerjakan adalah pengujian kadar hilang pijar (IL). Persyaratan hilang pijar dicantumkan dalam standar tidak lain untuk mencegah dan atau meminimalisir adanya mineral-mineral yang dapat diurai dalam pemijaran. Besarnya hilang pijar yang tergantung pada banyaknya air kristal gypsum umumnya berkisar 2,5–3%. Hilang pijar pada semen terutama disebabkan oleh terjadinya penguapan air kristal yang berasal dari gypsum dan penguapan air dan CO2 yang terlepas ke udara. Kristal mineral-mineral tersebut pada umumnya dapat mengalami perubahan dalam waktu beberapa tahun, dimana perubahan tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada semen.
Pada pengujian kadar hilang pijar (IL) terlebih dahulu ditimbang 1,0 ± 0,001 gram contoh, lalu dimasukan ke dalam cawan porselen yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya. Setelah itu contoh beserta cawanya dipanaskan pada suhu 500°C selama 30 menit dalam tanur listirk. Kemudian dipijarkan pada suhu 1000°C selama 1 jam. Pemanasan pada suhu 500°C bertujuan untuk mengoptimalkan pengoksidasian senyawa–senyawa yang dapat teroksidasi pada suhu rendah, sedangkan pemijaran pada suhu 1000°C bertujuan untuk mengoksidasi senyawa–senyawa yang tidak teroksidasi pada suhu rendah sehingga contoh semen yang dipijarkan dapat dihasilkan senyawa murninya. Setelah proses pemijaran selesai dilakukan kemudian cawan berisikan residu dari contoh semen tersebut didinginkan didalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang dan dihitung kadarnya.
Penentuan yang selanjutnya dilakukan pada percobaan ini adalah penentuan kadar residu tidak larut (IR). Penentuan Insoluble Residue (IR) merupakan penentuan konstituen dalam semen yang tidak larut dalam asam (HCl) maupun basa (NaOH). Umumnya konstituen ini terdiri dari SiO2 bebas yaitu SiO2 yang tidak terlihat dalam bentuk senyawa mineral, dan senyawa-senyawa silikat yang tidak larut dalam HCl. Kadar residu tidak larut (IR) ini sangat dibatasi hal ini bertujuan untuk mencegah tercampurnya bahan semen dengan bahan pengotor yang tidak dapat dibatasi oleh persyaratan fisika.
Pada pengujian kadar residu tidak larut (IR) terlebih dahulu sampel semen ditimbang sebanyak 1,0 ± 0,001 gram, kemudian dimasukan ke dalam gelas kimia 250 ml, ditambahkan 20 ml air sambil diaduk, dan 10 ml HCl   (1:1). Penambahan HCl diisyaratkan untuk menguraikan senyawa-senyawa mineral yang kemudian bereaksi dengan HCl membentuk garam-garam klorida yang larut dalam air, kecuali H2SiO3 dan H4SiO4. Setelah itu dilakukan pemanasan dan ditekan-tekan larutan sampel tersebut dengan ujung pengaduk sampai terjadi dekomposisi sempurna. Ditambahkan air hangat hingga volume larutan menjadi 50 ml, ditutup dengan kaca arloji dan dilanjutkan pemanasan selama 10 menit. Penambahan air hangat dan pemanasan bertujuan untuk memudahkan proses pelarutan dan pembentukan endapan. Setelah itu larutan yang masih panas langsung disaring menggunakan kertas saring no. 40, dibilas dengan air panas 8 kali (filtrat ditampung dalam gelas kimia 500 ml jika dibutuhkan untuk pengujian Belerang Oksida (SO3)). Pencucian endapan tersebut bertujuan untuk meminimalisir terjadinya perubahan endapan menjadi fasa koloid. Selanjutnya dipindahkan kertas saring berisi endapan tersebut ke dalam gelas kimia semula dan ditambahkan 50 ml larutan 1% NaOH. Penambahan NaOH tersebut diisyaratkan untuk melarutkan asam ortho silikat dan meta silikat yang berbentuk gel dan tidak lolos melewati kertas saring sehingga senyawa tersebut tidak bercampur dan menggangu analisa. Kemudian dilakukan pengadukan sebaik mungkin, ditutup dengan kaca arloji dan dipanaskan kembali di atas penangas air selama 30 menit. Fungsi pemanasan tersebut sama halanya dengan fungsi pemanasan pada proses awal. Setelah itu dihancurkan kertas saring dengan batang pengaduk, kemudian ditambahkan 1–2 tetes indikator metil merah 0,1%,  HCl (1+1) tetes demi tetes untuk menetralkan larutan, dan ditambahkan berlebih  2–3 tetes lagi setelah larutan berubah menjadi merah sehingga terbentuknya endapan-endapan karbonat dari ion-ion logam yang masih tersisa dapat dicegah, dimana endapan-endapan tersebut akan mempengaruhi hasil analisa yang dilakukan. Akan tetapi penambahan HCl ini pula dapat mempengaruhi pembentukan kembali gel asam silikat, sehingga penambahannya harus benar-benar tidak melebihi prosedur yang telah ditetapkan. Kemudian dilakukan penyaringan kembali dengan menggunakan kertas saring no. 40, dibilas dengan air panas 14 kali sampai bebas asam dan residu tidak berwarna. Dipindahkan kertas saring yang berisi residu tersebut ke dalam cawan porselen yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya. Mula-mula dipijarkan pada suhu 500°C sampai semua kertas karbon diperoleh, selanjutnya pemijaran dilakukan pada suhu 1000  ±  50°C selama 1 jam, lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit, ditimbang, dan dihitung kadarnya.
Disamping pengujian kimiawi IL dan IR dilakukan juga pengujian kadar f-CaO bebas (free lime). Free Lime adalah kalsium oksida yang tidak sempat bereaksi dengan oksida-oksida lainnya untuk membentuk senyawa-senyawa mineral pada proses pembakaran clinker. CaO bebas terjadi apabila bahan mentah mengandung lebih banyak kapur daripada oksida, alumina dan besi. Hal ini akan menyebabkan ekspansi semen dan menimbulkan cracking. Kandungan kalsium oksida bebas yang ditetapkan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. adalah dibawah 1,6%.
Pada proses pengujian ini terlebih dahulu sampel ditimbang sebanyak 1,0 ± 0,001 gram, kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia 150 mL, kemudian ditambahkan etilen glikol sebanyak 25 mL. Penggunaan etilen glikol dimaksudkan untuk mengabsorpsi CaO bebas didalam sampel. Setelah itu dikarenakan etilen glikol bersifat racun oleh karenanya pada tahap pemanasan dilakukan penutupan dengan kaca arloji guna meminimalisir terhirupnya uap hasil proses pemanasan tersebut yang mana pemanasan dilakukan pada suhu 80-85°C diatas Hot Plate Stirrer yang disertakan proses pengadukan selama 3-4 menit. Setelah itu dilanjutkan dengan penyaringan filtrat dengan menggunakan kertas saring no.40 yang dibantu dengan Suction Filter (penyaring bertekanan). Setelah semua endapan dan filtrat tersaring filtrat yang diperoleh dicuci dengan 5 mL etilen glikol panas, kemudian dititrasi ekstrak tersebut dengan larutan baku 1/14 N HCl dengan indikator PP dimana titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari merah menjadi tidak berwarna. Dicatat volume TA dan dihitung kadarnya. Kadar CaO bebas berpengaruh pada kekuatan dan pemuaian semen. Jika kadar CaO bebas terlalu tinggi, maka beton akan memiliki kekuatan lebih rendah dan berakibat pada pengembangan atau pemuaian semen, serta mempengaruhi efek mineralizer pada fasa cair.
Selanjutnya untuk menunjang pengujian kehalusan semen dilakukan juga pengujian kehalusan dengan menggunakan ayakan 45µm. Berbeda halnya dengan pengujian blaine pada pengujian ini kehalusan didasarkan pada jumlah semen yang lolos dari ayakan atau jumlah residu yang dihasilkan, semakin banyak semen yang lolos maka residu yang dihasilkan akan semakin sedikit dan semen tersebut semakin halus.
Pada proses pengujian residu 45µm terlebih dahulu dilakukan penimbangan ayakan yang telah bersih dan kosong, dicatat beratnya, kemudian ditimbang sampel dengan ayakan tersebut sebanyak 1,0000 ± 0,001 gram . Setelah itu dibuka kran air dan diatur tekananya pada 10 ± 0,5 psi, kondisi tersebut dimaksudkan agar proses penyaringan atau pencucian berlangsung baik sehingga memperoleh hasil analisa yang optimum. Setelah itu dibasahi sampel dengan air, dengan posisi ayakan pada jarak pada jarak ± 5 cm dibawah spray noozle selama 1 menit sambil digoyang-goyangkan (sampai air yang keluar dari bagian bawah ayakan tidak berwarna atau bening). Dikeringkan ayakan dalam oven pada suhu 105°C selama 2 jam, lalu didinginkan, ditimbang dan dihitung berapa kadar residunya. Kemudian dilanjutkan pada analisa kuat tekan mortar.
Kuat tekan adalah sifat kemampuan menahan suatu beban tekan. Kekuatan tekan merupakan sifat yang penting dari beton. Umumnya kekuatan tekan dinyatakan pada saat umur beton 28 hari. Dengan kadar C3S yang tinggi, semen akan mempunyai kekuatan tekan awal yang besar. Sedangkan C2S akan menyebabkan semen mempunyai kekuatan tekan untuk waktu yang lama
Pada pengujian kuat tekan terlebih dahulu dilakukan preparasi benda uji. Benda uji adalah campuran pasir, semen, dan air yang mana telah dicetak pada cetakan tertentu dan telah mengalami perawatan pada masa tertentu. Masa perawatan benda uji adalah waktu benda uji dirawat dalam kondisi kadar air dan temperatur serta kelembaban yang konstan selama waktu tertentu dalam hal ini terdiri dari 1,3,7 dan 28 hari. Setelah preparasi benda uji selesai dilakukan benda uji diletakan pada mesin tekan secara sentris. Dijalankan mesin tekan dengan penambahan beban antara 2 sampai 4 kg/cm2 perdetik, kemudian dilakukan pembebanan sampai benda uji menjadi hancur. Dicatat beban maksimum yang terjadi selama pemeriksaan benda uji. Gambar atau dokumentasikan bentuk pecah yang dihasilkan. Catatlah keadaan benda uji dan hitung kuat tekan betonnya.
Merujuk tabel 5.7.5, SNI 15-7064-2004, dan SNI 15-2049-2004 sement portlan komposit dengan rasio klinker 70 dan 72% baik dengan rasio aditif 2:1 dan/atau 3:1 cukup memenuhi syarat uji kualitas semen. Dari hasil analisa data pengujian dalam penelitian ini dan memperhatikan perkembangan nilai kuat tekan serta pengamatan terhadap karakteristik suatu mortar dengan penggunaan variasi komposisi terak dan additif yang berbeda-beda dalam suatu campuran mortar, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1)      Penambahan zat aditif Trass lebih banyak mempunyai daya kuat tekan lebih besar. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil uji kuat tekan semen portlan komposit (PCC) 70 dan 72% dengan perbandingan aditif Lime dan Trass (1:3) lebih besar nilainya dibandingkan semen portland komposit (PCC) 70 dan 72% dengan perbandingan aditif Lime dan Trass (1:2). Namun demikian penambahan zat aditif Trass dan Lime pada semen PCC (Portland Composite Cement) bisa menggantikan peranannya sebagai klinker dan penambahan klinker pada semen menjadi lebih sedikit (irit bahan baku). Penambahan zat aditif trass dan lime pada intinya mempunyai fungsi yang sama yaitu dapat meningkatkan kuat tekan mortar, hal ini disebabkan trass atau pozzolan mempunyai sifat yang sama dengan semen akan tetapi sifat tersebut akan timbul jika dicampurkan dengan lime sementara limestone mempunyai bentuk fisik yang mudah halus, sehingga dengan nilai kehalusan tersebut limestone dapat menutup rongga-rongga yang terdapat didalam semen.  
2)      Penambahan gypsum kedalam klinker dimaksudkan untuk memperlambat terjadinya proses pembekuan awal semen (Initial Set) yang terjadi pada umur 3 hari. Kuat tekan semen juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain kehalusan (Blaine), hilang pijar (LOI), residu tak larut, f-CaO (CaO bebas), residu 45 µm dan lain-lain.
3)      Semen dengan mutu bagus memiliki residu yang kecil, artinya partikel tersebut kecil dan nantinya akan berpengaruh terhadap setting. Jika dalam semen mengandung residu yang tinggi maka ekspansi (pemuaian semen) dan keretakan akan mudah terjadi.